About Me

About Me
Munere veritus fierent cu sed, congue altera mea te, ex clita eripuit evertitur duo. Legendos tractatos honestatis ad mel. Legendos tractatos honestatis ad mel. , click here →

Senin, 16 Mei 2016

Phobia

Dipojokan ruangan ini aku bersembunyi. Bukan karena aku takut. Namun, hanyakarena aku tak mampu melihat dan mendengar semuanya. Saling menyakiti dengan kata-kata.

Apa mereka tak tahu jika saat ini, dibangunan yang sama dengan mereka, ada seorang gadis kecil yang bersembunyi karena tak mampu berkata ? Untuk apa dulu mereka bersatu kalau hanya untuk saling melukai ? Mengapa aku lahir jika mereka terus seperti ini ?

Namun, kubulatkan tekatku. Berlari menghampiri seorang wanita yang telah sedikit rapuh yang kini sedang bersimpuh di lantai. Menenangkannya. Diatas kursi ada seorang lelaki yang sedang menghisap rokoknya.

Kali ini aku mengatakan jika aku membencinya. Entah apa yang tealah ia berikan padaku dulu seperti menguap dari ingatanku.

Dua hari berselang. Semuanya tampak tak pernah terjadi. Wanita yangkupanggil ibu itu masih melakukan kegiatannya seperti biasa. Bahkan saat ini ia telah tersenyum dengan orang yang dua hari lalu menyakiti hatinya.

Apakah ia sudah melupakannya ? Kejadian dua hari yanglalu itu bukanlahkejadian yang baru pertama kali aku lihat. Sering aku melihatnya. Salingmenyakiti,kemudian  saling tersenyum dan bertegur sapa. Saling menyakiti, salingtersenyum dan bertegur sapa. Lagi, dan lagi.

Aku juga pernah berfikir. Untuk apa mereka bersama ? Apa sebuah rasa yangtelah begitu familiar dan sering telontar dari mulut orang-orang itu yang membuatnya ? Lalu mengapa jika ada rasa itu mereka harus salling menyakiti ?

Kini aku bahkan telah berusia 17 tahun saat itu. Namun, kejadian yang sama masih terus berulang, dan mereka tidak pernah memikirkan pengaruh hal itu untukku.

Dari lingkunganku lah karakterku dibentuk. Sifat orang tuaku juga mengalirdalam diriku.Aku adalah gadis yang lembut, selalu mengalah,dan tak pernah mengeluh. Akutakut. Kali ini aku harus mengatakannya. Karakterku yang penakut padasetiap laki-laki bahkan teman sekelasku itu dibentuk oleh ayahku.Aku tak pernah mengeluh dihadapannya. Bahkan jika aku merasakan ada sesuatu yang berbeda pada tubuhku. Ibuku pun juga begitu. Kami takut jika lelakiyang tinggal serumah dengan kami tahu. Lelaki itu akan memulai dengan kata-kata pedasnya yang membuat kami kalah telak.

Di tahun ke 17, aku masih tak mau merasakan rasa yang saat ini dirasakanoleh teman-temanku. Aku hanya berbicara seperlunya dengan makhluk itu.Makhluk yang menyakiti ibuku dan membuatnya tersenyum.

Aku bahkan bingung dengan apa yang dilakukan teman-temanku. Bersama dan berpisah.Aku benar-benar membenci rasa yang mereka agung-agungkan itu.

 Aku berjanji baru akan memikirkan sebuah hubungan dengan seorang yang bukan muhrimku ketika aku telah mampuberpikir dengan berpegang teguh pada kitab tuhanku. Al-Qur’an.

Tahukah kalian siapa orang yang bisa membuatku melupakan luka yang pernahdirasakan ibuku ?Dia adalah seorang laki-laki dari kalangan sederhana dengan hati yang lembut serta berpegang teguh pada kitab kami dan apapun yang Allah sampaikan.

Perkenalan singkat kami yang saat itu aku lupakan terasa mendebarkan bilaharus kuingat saat ini.
“Aku Faiz. Kita berada dijurusan yang sama” kalimatsingkat itu yangmembuat kami seperti ini.

 Kami tak merasa apapun selama beberapa waktu. Aku hanya menganggapnya teman. Aku benar-benar terkejut saat dia datang kerumahku bersama orang tuanya.Membawa kitab suci umat Islam dan memberikannya padaku.
“Aku ingin kau selalu menemaniku”
Dia yang irit bicara dan selalu tersenyum.Dia yang membuatku berdebar.

Aku yang saat ini telah berusia 24 tahunbenar-benar merasa seperti seorang remaja yang barusaja diberikan sebatang coklat oleh orang yang disukainya.

Dia yang mampu meruntuhkan dinding kokohyang telah kubuat. Dia yang membuatku melupakan kenangan buruk yang itu.

Kenangan bersama orang tua yang kini terus tersenyum diusia mereka. Tanpa adanya kata-kata kasar seperti dulu.Kejadian inilah yang membuatku menyadari hal itu. Aku memiliki rasapadanya. Rasa yang tak mau kusebut cinta. Karena cinta yang diucapkan para remaja itu tak sebanding dengan apa yang kurasakan saat ini.

2 komentar: