About Me

About Me
Munere veritus fierent cu sed, congue altera mea te, ex clita eripuit evertitur duo. Legendos tractatos honestatis ad mel. Legendos tractatos honestatis ad mel. , click here →

Rabu, 25 Mei 2016

HUJAN

Dibalik kaca jendela tembus pandang rfenumahku, aku memandang titik-titik air yang turun dari hamparan awan yang juga menyelimuti. Aku menyukainya. Menyukai  fenomena yang terjadi selama 6 bulan dalam setahun. Fenomena yang didalamnya terdapat untaian kisah masa laluku. Masa kecil ?

Mungkin hal seperti hujan-hujan bersama tanpa memedulikan kerasnya suara Guntur jarang terjadi di kota. Namun, di desa kami hal seperti itu merupakan hal yang lumrah.

Tak jarang berita tentang guntur yang mematikan terdengar di kalangan ibu-ibu dan membuat mereka melarang kami untuk bermain dengan air hujan dan hanya mampu memanyunkan bibir seperti yang saat ini kulakukan. Oh.. aku benar-benar merasakannya lagi.

Inilah rasanya hujan di kampung sendiri. Berbeda dengan kota tempat aku menuntut pendidikan di perguruan tinggi.Aroma dan suara fenomena sang Maha Pencipta tak dapat kurasakan. Inilah yang kurindukan.Aroma yang membuatku ingin terus merasakannya sambil menutup mata sejenak.

Namun, aku takut suara hujan. Aku membencinya. Suaranya selalu mengingatkanku pada peristiwa yang menyiksa sahabatku. Dia dipukuli ibu tirinya yang menyebabkannya pernah ada dalam keadaan koma . Ibu tirinya benar-benar kejam. 2 tahun ia terbaring lemah dirumah sakit dengan alat-alat bentu napas yang selalu menemaninya. Sampai akhirnya sekarang. Kami masih bisa menikmati hujan bersama.

Kualihkan pandanganku untuk menatapnya. Matanya masih menatap hujan dan mengeluarkan air mata itu. Kurengkuh tubuhnya dan kami menangis bersama. Itu salahku. Kenapa aku tak mendengarnya ketika dia sedang menjerit ?


Inilah suka duka bersama hujan. Hujan yang mengangkat sudut bibir dan kembali melepaskannya.

0 komentar:

Posting Komentar