Yang kadang kupandangi hanya lewat lirikan. Hanya melihat dan menyapanya tatkala dia memanggilku. Tak penah sekalipun aku berani menatapnya. Karena aku merasa dia sempurna. Ahlak dan parasnya.
Jendela ini adalah saksi bisu dari zina mata yang kulakukan. Melihatnya menendang bola kesana kemari sambil berteriak. Menikmati keringat yang mengalir dari pelipisnya.
"Ngapain nonton disini? kesana aja yuk !"
Aku menggeleng. Aku takut berada di pingir lapangan itu. Aku takut jika tiba-tiba rasa cemburu itu menghampiriku. Rasa cemburu karena puluhan gadis disana meneriakkan namanya.
"Kamu duluan aja Lana"
"Beneran kamu nggak ikkut ? padahal daritadi kamu liat keluar terus. Ayo ikut aku"
"Enggak. kamu duluan aja" Aku tersenyum.
Ilana langsung melengang pergi bersama Nata.
Dan inilah yang aku lakukan. Membaca ulang pelajaran pagi ini. Aku seringkali tidak paham dengan apa yang para guru jelaskan. Aku hanya diam. Selalu diam tanpa pernah berani bertanya.
Bel masuk berbunyi. Beberapa anak dari kelasku yang tadi ikut bermain bola dilapangan ikut masuk. Dia juga masuk. Dia Dana.
"Tadi nggak ikut nonton?" Dana bertanya sambil duduk di kursi kosong disampingku sambil melap keringat yang menetes dari pelipisnya menggunakan kaos olahraganya.
Aku hanye tersenyum dan menggeleng. Aku tahu saat ini dia duduk disampingku karena tempatku ini dekat dengan AC.
"Aku bau ya ?" tanyanya. Aku masih diam.
"Kamu diam. Pasti aku bau banget"
"Eggak enggak. Saat ini aku pilek. hehe"
Dia tesenyum kepadaku. Ah... bukan. Itu senyuman yang dia berikan kepada hampir semua gadis dilapangan tadi.
"Nanti malem dateng kan ke acara sekolah ?" aku yang saat itu berpura-pura sedang membaca buku menoleh sejenak. Memandangnya.
Jendela ini adalah saksi bisu dari zina mata yang kulakukan. Melihatnya menendang bola kesana kemari sambil berteriak. Menikmati keringat yang mengalir dari pelipisnya.
"Ngapain nonton disini? kesana aja yuk !"
Aku menggeleng. Aku takut berada di pingir lapangan itu. Aku takut jika tiba-tiba rasa cemburu itu menghampiriku. Rasa cemburu karena puluhan gadis disana meneriakkan namanya.
"Kamu duluan aja Lana"
"Beneran kamu nggak ikkut ? padahal daritadi kamu liat keluar terus. Ayo ikut aku"
"Enggak. kamu duluan aja" Aku tersenyum.
Ilana langsung melengang pergi bersama Nata.
Dan inilah yang aku lakukan. Membaca ulang pelajaran pagi ini. Aku seringkali tidak paham dengan apa yang para guru jelaskan. Aku hanya diam. Selalu diam tanpa pernah berani bertanya.
Bel masuk berbunyi. Beberapa anak dari kelasku yang tadi ikut bermain bola dilapangan ikut masuk. Dia juga masuk. Dia Dana.
"Tadi nggak ikut nonton?" Dana bertanya sambil duduk di kursi kosong disampingku sambil melap keringat yang menetes dari pelipisnya menggunakan kaos olahraganya.
Aku hanye tersenyum dan menggeleng. Aku tahu saat ini dia duduk disampingku karena tempatku ini dekat dengan AC.
"Aku bau ya ?" tanyanya. Aku masih diam.
"Kamu diam. Pasti aku bau banget"
"Eggak enggak. Saat ini aku pilek. hehe"
Dia tesenyum kepadaku. Ah... bukan. Itu senyuman yang dia berikan kepada hampir semua gadis dilapangan tadi.
"Nanti malem dateng kan ke acara sekolah ?" aku yang saat itu berpura-pura sedang membaca buku menoleh sejenak. Memandangnya.
Komen ah, kok ketoke akupaham ki wkwkw :v
BalasHapusApa ya zu ???
BalasHapusapa nu apa :p
BalasHapuspromosi ya https://aksarannisa.blogspot.co.id/
BalasHapuseaeaeaeaaa wkwkkwkw
BalasHapusWah.... kok banyak yang komen ya wkwk
BalasHapus